
Sebagai sarana pengganti tes tertulis ASAS biologi, para siswa kelas XI khususnya XI-B dan XI-F, diajak untuk membuat proyek tentang materi Jaringan Tumbuhan, dengan tema “Berkebun tanpa Tanah”. Para siswa diajak berinovasi dan juga mensosialisasikan hasil yang didapatkan dari proyek ini. Nantinya hasil dari proyek ini akan dinilai dari jumlah audiens yang berhasil kami raih, juga Jurnal M.A.K.E.R.S yang sudah kami buat selama ini. Para siswa ditantang untuk mengeluarkan ide yang kreatif dan inovatif agar dapat bermanfaat dan menarik khalayak umum.
Proyek ini dilatarbelakangi oleh tanah perkotaan yang semakin sempit karena kepadatan penduduk dan minimnya lahan yang bisa dipakai untuk berkebun. Salah satu inovasi dari Urban Farming yang sudah berkembang adalah hidroponik. Sebagian besar kelompok memilih sistem hidroponik sebagai inovasi untuk berkebun tanpa tanah. Pasalnya, untuk berkebun hidroponik sendiri tidak selalu membutuhkan instalasi yang mahal ataupun rumit, kita dapat memanfaatkan barang-barang bekas seperti botol plastik, gelas plastik, toples, wakul, dan berbagai alat lain yang mudah dijangkau.
Dengan sistem yang sederhana sekalipun tanaman dapat tumbuh asalkan mendapatkan nutrisi dan ditempatkan di tempat yang sesuai. Sistem hidroponik memiliki berbagai keunggulan lain seperti bebas dari hama, lebih cepat panen, dan bisa lebih memaksimalkan ruang karena tidak memerlukan lahan yang khusus. Ada berbagai macam jenis tanaman yang dipilih para siswa kelas XI, seperti seledri, kangkung, bayam, rumput gandum, selada, dan masih bervariasi lagi.
Cara menanamnya pun bermacam-macam, sebab berkebun secara hidroponik tidak harus dari bibit atau biji, kita bisa menumbuhkan kembali tumbuhan hingga panen asalkan masih ada akarnya. Caranya adalah dengan memotong bagian bawah batang yang masih menyatu pula dengan akar lalu menempatkannya di wadah yang bawahnya berisikan air, lalu diletakkan di bawah sinar matahari. Tanaman seperti ini biasanya akan tumbuh lebih cepat. Jadi tak heran banyak yang memilih sistem hidroponik untuk proyek kali ini.
Para siswa terbagi dalam kelompok yang sudah terbentuk sejak awal semester. Kami ditantang untuk bisa mengeksplorasi berbagai upaya yang mungkin untuk dilakukan melalui diskusi kelompok dan bimbingan secara langsung dari guru biologi, Pak Agung. Selama bimbingan, ada beberapa kelompok yang idenya tidak disetujui sehingga harus mengganti rancangan mereka dari awal. Selain itu berbagai tantangan lain juga dihadapi masing-masing kelompok; seperti tanaman yang tak kunjung tumbuh, gagal panen, tanaman hilang, anggota beban, dan sebagainya.
Namun, tantangan ini tidak membuat kami menyerah, melainkan jadi lebih kreatif. Bagi beberapa orang, proyek ini berhasil melatih kemampuan memimpin dan mengkordinasi kelompok. Mengutip kata-kata yang sering Pak Agung katakan, “Tidak perlu memilih siapa ketua kelompoknya, ketua itu pasti akan muncul sendirinya,” hal ini merupakan suatu bagian dari proses yang mengesankan. Ketua kelompok ditetapkan secara alami tanpa harus ditunjuk.
Para siswa melakukan berbagai macam bentuk sosialisasi melalui berbagai platform digital. Ada yang membuat poster, infografis lalu meng-uploadnya di Instagram, ada juga yang membuat video pendek lalu di-upload di Tik Tok. Tentunya para siswa sudah membuat konten sedemikian rupa agar bisa menarik banyak penonton. Kami berharap sekiranya proyek kami dapat bermanfaat dan berhasil menjangkau banyak orang, bukan semata-mata untuk nilai ASAS yang bagus, tetapi juga bisa dijadikan referensi bagi orang-orang yang ingin berkebun tanpa tanah.
Penulis: Felice Solagracia Widjaja XIB1/15
Editor: Evaristus
Tinggalkan Balasan